Pada 30 Januari 2025, ratusan warga di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Tambun Selatan, Bekasi, tak bisa menahan tangan menangis. Rumah yang mereka tinggali berpuluh tahun akan dihancurkan. dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) di tangan, mereka berusaha menghentikan mesin patah bahari yang tiba-tiba menghancurkan bangunan. Tapi keputusan pengadilan sudah bulat: tanah ini harus dihancurkan. Protes menggelegar, tapi tak ada yang bisa menghentikan bunyi palu hukum.
Peristiwa eksekusi Cluster Setia Mekar Residence 2 merupakan contoh nyata dari sengketa tanah akibat sertifikat ganda. Kasus ini bermula dari gugatan kepemilikan yang berujung pada putusan pengadilan, meskipun warga memiliki Surat Harta Pribadi (SHM) yang seharusnya menjadi bukti kuat kepemilikan.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mencatat bahwa sertifikat ganda menjadi salah satu sumber sengketa lahan terbesar di Indonesia. Menurut data pada tahun 2023, lebih dari 60% kasus pertanahan di pengadilan berkaitan dengan tumpang tindih sertifikat.
Sertifikat ganda bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya:
Penerbitan sertifikat baru pada hak tanah yang sudah ada, biasanya dilakukan oleh oknum yang bekerja sama dengan pihak tertentu.
Penjualan tanah dengan dokumen yang bermasalah, di mana mafia tanah atau pejabat desa menerbitkan sertifikat tanpa hak yang sah.
Perbedaan jalur sertifikasi tanah, misalnya satu pihak memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), sementara pihak lain mengurus sertifikat baru melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
“Situasi seperti ini telah sering dialami oleh beberapa orang. Pada tahun 2021, sebuah kasus terjadi di Jakarta di mana sebuah rumah di keluarga Cengkareng kehilangan properti mereka setelah menang di pengadilan, tetapi di bawah istilah lain, pihak lain yang memiliki sertifikat sah status tanah tersebut. Pada tahun 2022, di Bogor, 150 rumah warga kehilangan tempat tinggal mereka karena tanah yang mereka tempati dikeluarkan oleh pusat survei oleh dua sertifikat yang sama-sama dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Negara.
Sertifikat ganda adalah suatu kasus yang dapat menyebabkan banyak masalah dalam beberapa cabang keuangan dan komersial seperti sebagai contoh _penipuan sertifikat_, _warrant_, _options_, _derivatives_, dhe walaupun tidak terbatas pada _bitcoin_ _serta _cryptocurrency_. Ini memungkinkan untuk saling melawan pembeli dan penjual dengan cara menjual sertifikat yang sama kepada lebih dari satu atur.
Periksa keabsahan sertifikat ke BPN sebelum membeli properti. Pastikan tanah tidak sedang dalam sengketa atau memiliki klaim kepemilikan lain. Cek riwayat kepemilikan tanah. Tanyakan ke aparat desa atau tetangga apakah ada masalah kepemilikan sebelumnya. Gunakan jasa notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jangan hanya mengandalkan perjanjian di bawah tangan atau kuitansi. Pastikan properti memiliki dokumen perizinan lengkap. Jika membeli rumah di perumahan, cek apakah pengembang memiliki izin lokasi dan sertifikat induk yang sah. Lakukan pengecekan di pengadilan. Gunakan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) untuk melihat apakah tanah tersebut pernah terlibat sengketa hukum.
Kasus di Cluster Setia Mekar Residence 2 adalah pengingat bahwa sertifikat tanah tidak menjamin kepemilikan tanah secara mutlak tanpa konflik. Bahkan dengan dokumen resmi, pemilik tanah masih bisa kehilangan propertinya karena keputusan hukum yang tak terduga.
Jika Anda berencana membeli tanah atau rumah, jangan hanya puas melihat sertifikatnya. Lakukan pemeriksaan menyeluruh agar terhindar dari masalah hukum yang bisa menghancurkan rencana Anda.
Di Indonesia, memiliki sertifikat tanah saja tidak cukup. Anda perlu berhati-hati dan cerdas dalam berinvestasi properti!