Apa Arti Dwifungsi ABRI dan Dampaknya pada RUU TNI?

Diposting pada
banner 336x280

Isu terkait penyusunan ulang Rancangan Undang-Undang Tentang TNI yang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia bersama dengan pemerintahan telah menimbulkan kontroversi signifikan dalam lingkungan publik belakangan ini. Berbagai protes bermunculan karena dikhawatirkan hal itu dapat membangkitkan kembali peran dwiguna ABRI sebagaimana era Orde Baru.

Sebagaimana dikenali, pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) baru saja mengadakan pertemuan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menyangkut revisi dari UU No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau biasa disebut TNI. Pertemuan intensif itu dilangsungkan pada tanggal 14 hingga 15 Maret 2025 lalu di Hotel Fairmont, Jakarta.

banner 468x60

Diskusi tentang Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia tahun 2025 mendapat kritikan keras karena dianggap kurang ada kejelasan baik dari pihak pemerintahan maupun Dewan Perwakilan Rakyat mengenai isi pembahasan undang-undang tersebut. Hal itu disebabkan dikhawatirkan akan menimbulkan kontroversi signifikan terkait dengan pengenaan wajib militer lagi.
Dwifungsi ABRI
yang diperkuat oleh poin-poin yang disahkan dalam rancangan tersebut. Publik juga menyoal minimnya partisipasi publik.

Akhir dari demonstrasi yang dianggap terburu-buru tersebut, beberapa orang dalam kelompok aksi dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menyerbu pertemuan kerja (Panja) tentang Peninjauan Ulang Peraturan.
UU TNI
Pada hari Sabtu, tanggal 15 Maret 2025, akan dilangsungkan acara di Hotel Fairmont, Jakarta.

Pada klip video pendek itu, tampak sekelompok tiga individu memasuki ruang pertemuan Komisi I DPR serta pejabat pemerintahan yang berkaitan dengan gerudukan. Mereka menenteng plakat bertuliskan kritik tentang topik diskusi tersebut.
RUU TNI
.

Selain itu, pertemuan tersebut pun dimaksudkan agar dibatalkan sebab dianggap diselenggarakan secara tertutup tanpa ada keterbukaan bagi masyarakat.

Meski demikian, DPR dan pemerintah sampai saat ini masih mempertimbangkan perubahan dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia tersebut, walaupun ada kemungkinan akan diresmikan sebelum batas waktu pada tanggal 20 Maret 2025 yang akan datang.


Isu-isu Sensitif yang Menuai Kritik dari Proyek UU Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Pada rancangan perubahan Undang-Undang Tentang TNI tersebut, masyarakat memberikan sorotan terhadap Pasal 47 Ayat 1 dan Ayat 2 dalam UU No. 34 Tahun 2004. Aturan sebelumnya yang menyebutkan bahwa prajurit harus mundur atau pensiun dari dinas aktif untuk mendapatkan posisi tertentu, kini telah berubah sehingga prajurit aktif diperbolehkan mengambil bagian pada jabatan di departemen pemerintah serta institusi nasional. Ini mencakup pejabat-pejabat yang bertugas merumuskan politik dan menjaga keamanan negara, manajemen pertahanan, serta organisasi lainnya.

Kebijakan prajurit menempati posisi di luar tugas seharusnya sebagai bagian dari keamanan negara, ditegaskan lagi dalam Ayat 2 yang mengatakan bahwa prajurit aktif boleh menduduki peranan di kementerian atau lembaga lain yang membutuhkan kemampuan dan pengetahuan prajurit aktif berdasarkan arahan presiden.

Di luar Pasal 47, masyarakat juga mengkritik Pasal 53 dalam Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia yang memperpanjang masa kerja aktif bagi perwira dari batas usia maksimum 58 tahun hingga 60 tahun. Bahkan, ada ketentuan tambahan di mana umur pensiun bisa diperpanjang lagi sampai dengan 65 tahun untuk posisi spesifik tertentu.

Untuk perwira berbintang empat, apabila Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia tersebut diresmikan, masa tugas mereka akan dipanjangkan menjadi dua kali lipat melalui kebijakan Presiden.

Kedua pasal itu mendapat serangan tajam dari masyarakat karena bila Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia ini disetujui, aturan tersebut dipandang bisa membangkitkan kembali pengaruh militer dalam bidang politik dan administrasi, mirip dengan salah satu ciri utama Dwi Fungsi ABRI.


Apa Itu Dwifungsi ABRI?

Menurut rilis informasi dari beragam sumber, konsep dan kebijakan politik tentang dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau ABRI merujuk pada peranan ABRI dalam struktur pemerintahan negara. Konsep tersebut mencakup dua fungsi utama bagi institusi militer di dalam sistem sosio-politik nasional.

Secara harfiah, konsep Dwifungsi ABRI mengandakan bahwa ABRI akan mempunyai dua peran pokok, yaitu menjadi tenaga militer bagi Republik Indonesia serta berperan dalam penguasaan dan pembentukan kebijakan negara.

Menurut jejak sejarah Indonesia, konsep Dwifungsi pernah diakui dan diterapkan ketika era pemerintahan Orde Baru yang diketuai oleh Presiden Soeharto.

Selama masa Orde Baru, ABRI mempunyai peran ganda yang penting yaitu sebagai motor serta penunjang stabilitas dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bahkan lebih mengejutkannya adalah bahwa pada waktu tersebut ABRI sukses mengontrol institusi eksekutif dan legislatif.

Singkatnya, konsep Dwifungsi ABRI ini menjelaskan bahwa ABRI atau prajurit serta TNI ingin turut ambil bagian dalam mempertahankan keamanan negara dan pada saat yang sama juga terlibat aktif di ranah pemerintahan meliputi aspek politik, ideologi, ekonomi, sosial, hingga budaya.

Melihat situasi itu, wajar saja jika masyarakat banyak yang mengkritik pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI), karena dianggap dapat membangkitkan kembali dwifungsi ABRI sebagaimana terjadi pada era Orde Baru.

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *